Mengenal macam-macam upaya hukum luar biasa dalam perkara perdata dan pidana

Rossa Tiana Dewi
6 min readDec 24, 2023

--

Photo by Tingey Injury Law Firm on Unsplash

Dalam suatu perkara hukum, apabila terdapat pihak yang dirugikan oleh putusan pengadilan atau perkara hukum, hal yang dapat dilakukan adalah mengajukan permohonan upaya hukum luar biasa, baik perdata maupun pidana. Dengan mengajukan upaya hukum, pihak yang dirugikan dapat menolak putusan hakim dan perkara hukum dapat diperiksa kembali.

Upaya hukum luar biasa terbagi menjadi upaya hukum luar biasa dalam perkara perdata, dan upaya hukum luar biasa dalam perkara pidana. Berikut penjelasan macam-macam upaya hukum luar biasa dalam perkara perdata dan pidana secara lebih mendetail.

Upaya Hukum luar biasa dalam perkara perdata.

A. Peninjauan Kembali

Peninjauan kembali merupakan upaya penyangkalan terhadap suatu putusan pengadilan untuk membatalkannya dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Permohonan peninjauan kembali tidak menghalangi berlakunya suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Prosedur Peninjauan Kembali Perkara Perdata

Berkas perkara diserahkan kepada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja / loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan peninjauan kembali.

Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 hari kalender, dalam hal:

  • Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, adalah sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan tetap diberitahukan kepada pada pihak yang berperkara.
  • Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan, adalah sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
  • Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain, adalah sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
  • Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruari yang nyata, adalah sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

Permohonan peninjauan kembali yang diajukan melampaui tenggang waktu, tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang Kas Pengadilan Negeri.

Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

Permohonan PK dapat diterima apabila panjar yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas.

Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagai tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

Apabila panjar biaya peninjauan kembali telah dibayar lunas maka pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pemyataan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam register induk perkara perdata dan register peninjauan kembali.

Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari panitera wajib memberitahukan tentang permohonan PK kepada pihak lawannya dengan memberikan/mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan-alasannya kepada pihak lawan.

Jawaban/ tanggapan atas alasan peninjauan kembali harus telah diterima di kepaniteraan pengadilan negeri selambat-lambatnya 30 hari sejak alasan PK disampaikan kepadanya.

Jawaban/ tanggapan atas alasan PK yang diterima di kepaniteraan pengadilan Negeri harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut.

Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut berkas peninjauan kembali berupa bundel A dan B harus dikirim ke Mahkamah Agung.

Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung supaya dikirim ke Mahkamah Agung.

Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon peninjauan kembali. Apabila diajukan oleh kuasanya harus diketahui oleh prinsipal.

Pencabutan permohonan peninjauan kembali harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

B. Perlawanan Pihak Ketiga

Selain perlawanan yang diajukan oleh pihak yang berperkara, dapat juga dilakukan dengan memakai upaya hukum derden verzet (Perlawanan Pihak Ketiga). Walaupun pada asasnya suatu putusan itu hanyalah mengikat pihak ketiga (Pasal 1917 KUH Perdata), akan tetapi apabila pihak ketiga hak-haknya dirugikan oleh suatu putusana, maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut (Pasal 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa (Pasal 379 Rv).

Berdasarkan ketentuan tentang derden verzet tersebut secara tegas menentukan bahwa, perlawanan terhadap eksekusi harus diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya eksekusi di luar dari pihak-pihak yang berperkara. Pihak yang merasa dirugikan berkedudukan sebagai pihakketiga yang mempunyai hak atas barang objek eksekusi. Dengan demikian ketentuan ini sangat jelas bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang berkepentingan dengan objek eksekusi.

Upaya Hukum Luar Biasa dalam perkara pidana

Dalam prakteknya putusan pengadilan dalam perkara pidana sering juga tidak luput dari kekeliruan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Maka dari itu, demi keadlian dan kebenaran, setiap putusan perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar kekeliruan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki.

Dalam proses perkara pidana, terdapat upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Menurut UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), upaya hukum luar biasa terdiri dari kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.

A. Kasasi demi kepentingan hukum

Kasasi Demi Kepentingan Hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 259 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan dijelaskan dalam Pasal 259 ayat (2) KUHAP. Secara ringkas kasasi demi kepentingan hukum ini adalah upaya hukum yang diberikan kepada Jaksa Agung untuk meluruskan putusan pengadilan tingkat pertama maupun banding yang telah inkracht yang mengandung kesalahan penerapan hukum atau mengandung pertanyaan hukum yang penting bagi perkembangan hukum karena fungsi kasasi demi kepentingan hukum adalah untuk menjaga kesatuan penerapan hukum tanpa merugikan pihak yang berkepentingan.

Dalam buku Kompilasi Petunjuk Teknis Terkait Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum (Buku I s/d Buku VII) dari Kejaksaan Agung RI menjelaskan bahwa alasan keberatan yang harus diajukan dalam risalah harus berpedoman dan bertitik tolak pada ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Alasan tersebut sama dengan alasan-alasan pengajuan kasasi dalam upaya hukum biasa yaitu:

  • Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
  • Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
  • Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

B. Peninjauan Kembali.

Pada Penjelasan sebelumnya Putusan kasasi telah berkekuatan hukum tetap dan serta merta bisa dieksekusi saat itu juga. Tetapi atas alasan tertentu maka bisa dilakukan upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali (PK).

Berdasarkan laman Mahkamah Agung (MA), Peninjauan Kembali (PK) adalah upaya hukum yang diajukan ketika tidak puas dengan putusan kasasi. Berdasarkan Pasal 66 UU No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Peninjauan Kembali (PK) diajukan oleh pihak yang berperkara atau kuasa hukumnya kepada Mahkamah Agung (MA) melalui panitera Pengadilan Negeri (PN).

Dalam Pasal 263 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan permintaan Peninjauan Kembali (PK) dilakukan atas dasar:

  • Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
  • Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
  • Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Selanjutnya upaya hukum peninjauan kembali, hanya dapat dilakukan satu kali sebagaimana ditentukan Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Terhadap ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Terhadap ketentuan Pasal 268 ayat (3) tersebut telah diajukan uji materi dan telah diputus MK dengan Putusan No 34/PUU-XI/2013. Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, juga mengatur mengenai upaya hukum peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 24 yang menyebutkan :

  1. Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak- pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang- undang.
  2. Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

Referensi:

Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Endang Hadrian dan Lukman Hakim. 2020. Hukum Acara Perdata Di Indonesia: Permasalahan Eksekusi Dan Mediasi. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Sudikno Mertokusumo. 2013. Hukum Acara Perdata Edisi Revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Yahya Harahap. Kekuasaan Mahkamah Agung: Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 10–13.

--

--

Rossa Tiana Dewi

Hello! My dream is to become a professional content writer | Transforming Legal Complexity into Clarity📚⚖️ | Open to collaboration and new opportunities!🖋